11 February 2011

Suicide,, *abaikan saja*

Kadang rasanya aku ingin ada seseorang yang dengan baik hati menikam punggungku dari belakang. Sampai-sampai otot-otot itu tercabik, sampai darah itu mengucur luncur... Bebas, kebas, hingga tubuh hini benar-benar lemas.

Bukan! bukanlah aku bodoh, bukan pula karena aku gila! mengharap ada malaikat menghujamku dengan belati tajam,, Ahh! tumpul pun tak masalah, yang penting belati itu menikam.

Aku hanya ingin tahu sesakit apakah ketika daging-daging di tubuh ini terkoyak. Senyaring apa ternggorokan ini akan mekreasikan teriak.

Aku hanya ingin tahu selemas apa ketika literan darah yang awalnya mengalir hangat dalam kapiler, tiba-tiba muncrat berwarna merah pekat.

Lalu aku hanya ingin tahu seberapa jernih otakku menggelut sensor-sensor logis ketika dalam satu waktu disandingkan dengan respon-respon katarsis yang begitu mengiris..

Ahhhh...ada begitu banyak rasa sakit yang terus menerus didefinisi otak (yang beratnya hanya sekitar satu koma sekian kilogram, namun hanya dioptimal fungsikan dalam sekian gram bahagiannya saja) Sakit itu terus eksis mengkatarsis pada setiap unsur dari tiga unsur mahluk berklasifikasi manusia. fisik, akal, dan jiwa.

Lalu pada bagian mana yang  paling sakit? Ah mengapa aku begitu ingin menikmati setiap respon kesakitan yang disajikan? penikmat katarsis.. 

Bukan..!! mungkin aku hanya ingin menutupi rasa nyeri yang mendera hati dengan mengilu pilu. Yang mungkin disajikan oleh otot dan darh yang terkoyak. Alangkah rasa sakit dalam jiwa itu hilang..??

Ahhh, sialll!! ternyata sakit dalam jiwa itu bertambah parah seiring irisan nadi yang berdarah-darah...



No comments:

Post a Comment