06 October 2011

#Telurdadar mini special "CICAK"




Karena tema kali ini adalah telur dadar, dan ini adalah postingan #15harimenulisblog ku yang pertama, maka kali ini pun aku akan bercerita tentang telur dadar pertama yang aku buat, dengan latar belakang “bocah kampung ingusan” tentunya. Jangan salah! Seeksotis-eksotisnya tampilan ku jaman dahulu kala  aku sudah bisa memasak sejak umur 5 tahun. Mungkin ini adalah salah satu keuntungan menjadi anak kampung, tertinggal dan dilepas bereksplorasi sebebas-bebasnya, yang salah satunya adalah tubuh sehat dan “eksotis” serta kamampuan mandiri yang diatas rata-rata anak kota. *ehem!* 

Lebih kurang 17 tahun kurang sehari yang lalu, aku tepat berulang tahun yang ke 5. Biasanya, anak kampung seperti ku jarang merayakan hari-hari momental selayak ini. Membuat kue, meniup lilin, balon-balon, hadiah, bla bla bla. Hanya ada beberapa anak di kampung yang mendapatkan perlakuan “istimewa” sedemikian oleh orang tuanya. Tapi di ulang tahunku kali ini, sedikit terasa special, karena akhirnya! Aku mendapatkan kado ulang tahun! Kado istimewa dari nenek ku tercinta. Seperangkat alat masak, dibayar tunai!

Bukan sembarang alat masak, karena alat masak ini semua adalah alat masak yang dapat dipergunakan secara nyata untuk memasak, hanya saja ukurannya mini, seukuran genggaman anak umur 5 tahun.  Alat masak ini terdiri dari sebuah kuali mini berdiameter 15 cm, sebuah panci alumunium bervolume lebih kurang 16π (enambelas phi) dan sebuah sodet berukuran sendok makan. Mana kompor? Katanya seperangkat alat masak? Hey, ibuku saja memasak pakai tungku! Jadi bilang saja, waktu itu kompor belum termasuk sebagai perangkat alat masak.

Sebagai anak kampung yang memiliki daya eksplorasi tinggi, termasuk dalam pemanfaatan pertama alat masak ini. Maka waktu itu aku berinisiatif membuat pesta kecil-kecilan bersama sahabat-sahabat kampung yang tak pernah kalah eksotik. Sore ini, aku putuskan bahwa permainan kami adalah masak-masak. Anak laki-laki di perlakukan bak suami, mengumpulkan kayu api dan menghidupkan tungku mini buatan sendiri dari batu-batu yang disusun rapih. Sementara anak perempuan, berlaku sebagai  para istri bertugas mengumpulkan bahan makanan dan memasak. Dan para “istri” memutuskan bahwa masakan kita kali ini adalah “Telur Dadar”. Dan tentu saja, bahan makanan yang akan kita cari adalah telur –mini-!  Jangan pikir kalau yang akan kita gunakan nanti adalah telur ayam kampung, yang sekalipun ukurannya cukup mini tak akan ada yang berani meminta, apalagi mengambil. Telur ayam kampung sudah jadi hak milik orang dewasa, bukan anak 5 tahunan seperti kami-kami.

Cukup tahu bahwa anak-anak kampung seperti kami adalah anak yang sangat terlatih untuk beradaptasi kerena kemampuan eksplorasi kami yang cukup tinggi. Telur yang dapat di gunakan untuk merealisasikan permainan ini tentunya tak hanya telur ayam. Telur burung susah di cari, telur ular? Jangan tanya lagi, apalagi telur kodok! Akhirnya saat rembuk, para “istri” akhirnya sepakat bahwa kita akan mencari bahan masakan yaitu telur, dan telur yang kami cari adalah telur “cicak”. Sebagian dari kami sudah sangat berpengalaman dalam mencari dan menemukan posisi telur cicak berada. Di balik dinding-dinding batu kering, dan atau di celah-celah rumah yang masih tebuat dari papan. Hingga akhirnya, para “istri” berhasil menemukan 8 butir telur cicak yang berarti masing-masing dari kami mendapat jatah 1 telur.

Setelah tungku siap dan bahan lengkap, tibalah tugas para istri untuk memasak dan menyiapkan makanan. Dua orang istri bertugas untuk mengatur meja makan, dan dua orang istri lainnya bertugas memasak. Aku tentunya kebagian memasak, tentu saja karena alat masak yang dipakai adalah alat masak ku. Dengan ahlinya aku memecahkan satu persatu telur cicak kedalam pecahan mangkok yang kami kumpulkan dari belakang rumah, ceplok ceplok ceplok ceplok ceplok plok! Ada satu telur cicak yang isinya bukan lagi seperti telur putih dan kuning, tapi sudah berupa cicak! Aku akhirnya berkata pada partner istri memasakku, “ini dapat jadi pengganti isi telur dadar! Dulu aku pernah liat ibu memasak telur dadar yang ada isinya!”. Partner istriku pun berbinar, setuju. Calon anak cicak malang itu pun akhirnya kami potong delapan, tragis. Dan sret sret, tadaaa! Jadilah masakan pertama ku “Telur dadar mini special cicak”.

Para suami yang sudah menanti di meja makan bersama dua istri lain yang sudah bersiap menata meja dengan sederat daun mangkok, dan selembar daun simpur lebar, menanti dengan senyum lebar. Telur dadar special kami, pun terhidang di atas meja. Siap santap!. Dan nampak lezat!.

Yah, begitulah masakan pertama yang kubuat. Terhidang nimat dan terlihat lezat!

~~~~Dan hey, jangan pikir kami cukup gila untuk memakan santapan eksentrik tersebut. Tentu saja, telur dadar mini special cicak itu tak pernah kami makan. Karena di belakang kami, para ibu beneran, sudah berdiri di bawah pohon rambutan.

No comments:

Post a Comment