22 October 2010

Aku belajar kesabaran darinya...


Aku belajar kesabaran darinya,
dimana rasa letih merambat tulang..tiada kalimat keluh yang terucap..dimana rasa sakit mengiris hati, tiada kalimat kesah yang terlisan..dimana rasa sedih menghujam dada, tiada kalimat sentimentil menggorok nurani..dimana rasa sulit melilit badan, tiada kalimat capai menghias senyum..semua mengalir dalam keterbatasan menerima takdir hidup…

Aku belajar kesabaran darinya….
Nenek ku,,namanya supinah umurnya hanya berbeda 12 tahun dari ayahku..jadi umur beliau sekitar 68 tahun..  dari awal put mengenal beliau, yang put liat hanya kasih sayang yang luar biasa. Sekalipun kadang sering terwarnai dengan omelan-omelan dan kecerewetan berlebihan ciri khas beliau..
Dari kecil, beliau hidup sebagai “anak kampung”.  Belajar dengan cara kampung, berpikir dengan cara “kampung”. Bekerja dengan cara “kampung” pula. Kisah hidup yang begitu sederhana, tanpa obsesi yang melangit. Hidup apa adanya. Dari kecil, beliau hidup dengan keadaan “prihatin”, bermain-main dan pula bekerja dari sana kemari. Mulai dari jual kue-kue sampai jadi buruh ikan atau pun cuci (*yang sampai sekarang masih beliau lakoni).
Semakin dewasa, hidup tak banyak berubah. Lika liku cinta yang beliau lakoni, membuat ku terpekur berfikir, “apa yang beliau cari?”. Ato’ rama dan ato’ bisa jadi salah satu alasannya, bisa jadi pula kekerasan kepala (*atau keteguhan hati? Hhh…aku tak tahu) beliau? Yang pasti tak satu pun rumah tangga beliau yang  sempurna..semua berakhir begitu saja..bukan karena tak ada yang cinta, semuanya begitu mencintai beliau, namun dengan “kekeraskepala-an” yang tak put ketahui alasannya semua kisah cinta itu berakhir.. dengan meninggalkan 4 orang anak.. ^_^ (1 orang dari suami pertama, dan 3 orang dari suami kedua, sementara suami ketiga tidak memiliki anak..)..hhhh,,sudahlah bukan kisah cinta beliau yang ingin put ceritakan..put hanya ingin mengambil kekuatan hati beliau dalam menghadapi kisah cinta yang tak sempurna, namun tetap tangguh menjalani hidup.. ketika cinta tak berjalan sempurna, maka hidup harus terus berjalan apa adanya.. (*put masih ingat ketika beliau bercerita tentang proses perginya kake syahruddin dan kakek ramli dari hidupnya..put hanya bisa termangu..). ketika menjelang ajal, kakek syahruddin (*yang tak pernah kembali lagi ke belitung, untuk bertemu beliau karena beliau sudah memiliki keluarga di jakarta.. keberadaan beliau diketahui ketika anak pertama nenek *alm. Om puputyang datang ke beliau yang mengaku sebagai anak beliau dari nenek yang belaiu tinggalkan dalam keadaan hamil bertahun-tahun lalu.. serupa kisah sinetron)  menghubungi beliau dan meminta maaf kepada nenek dan menginginkan nenek untuk mengambil sebagian harta beliau. Dan yang membuat put terharu adalah, nenek menolak itu semua (*padahal kekayaan kakek syahruddin tidak sedikit) dan berkata nenek sudah klama ikhla yang penting kakek syahruddin bahagia. Itu saja.. hati wanita seperti dia yang begitu luar biasa..
Belum lagi kisah ketika kakek ramli yang berdarah bugis, pun harus pergi meninggalkannya karena tidak disetujui ato’ rama dan ato..kakek ramli ini lah kakek kandung put, jadi put sebenarnya memiliki darah bugis..hehe..
Nenek, dalam keyakinannya yang sederhana, dia berjuang menghidupi dirinya dan anak-anaknya, sendirian…
Hingga saat ini..
Bahkan ketika kejadian terakhir, yang membuat put semakin banyak belajar kesabaran dari beliau. Ketika Om put, anak laki-laki pertama beliau yang juga menjadi anak laki-laki kesayangan beliau, meninggal dunia. Hati ibu mana yang tak teriris? Hati ibu mana yang tak tercabik? Ketika sang buah hati lebih dahulu meninggalkannya? Bahkan ketika pemakaman om yang tidak diselenggarakan di kampung halaman nenek, tapi di kampung halaman sang istri di tasik, nenek hanya mampu ikhlas dan tersenyum. “anak-anak nya di sana, ya udah gak papa..nenek ikhlas..” padahal, jarak antara belitung-tasik bukanlah jarak yang pendek…
Kesabaran itu pula yang put lihat dalam wajahnya ketika beliau menunggui jenazah om, seperti seorang ibu yang sedang “ngelonin” bayi nya untuk tidur. Kesedihan itu ada, namun beliau tidak meratap. Beliau hanya tersenyum.. Ya Rabb,,hati seperti apa yang telah Engkau buatkan untuknya..??
Dan semenjak hari itu, aku banyak belajar kesabaran darinya.. dalam panjang omelan dan kecerewetannya yang khas.. aku begitu mencintainya, nenek Supinah..  ^_^



No comments:

Post a Comment