04 May 2010

meraba cadar jiwa...

Akhir-akhir ini entah kenapa perasaan saya menjadi begitu gundah. Laku seakan selalu khilaf, hati seakan selalu futur. Entahlah!
Kegundahan yang jika saja di cerna oleh logika maka itu merupakan hal yang biasa. Tapi jika sudah tersentuh hati, maka guncanglah seluruh jiwa. Sisi melankoli mendominasi. Cuek bebek ala melankoliser plus-plus mood-mood an gak jelas jadi begitu sering nongkrong di sudut jiwa..
Nah lho..?? Ada apa dengan hati..??

Akhir-akhir ini memang sepertinya wilayah emosi menjadi sorotan utama laju cahaya jiwa. Kesabaran dibanting-banting, harapan di lempar-lempar, dan berimplikasi pada ketakutan akan ruang jiwa dan harap yang pecah berkeping.

Kemarin saya melihat blog sahabat yang sednag menceritakan tentang kegundahan hatinya, yang merasa sepertinya hatinya tetap saja gelisah. Kadang naik, kadang turun, kadang memiliki harap tinggi, kadang tersudut dalam bilik keputusasaan. Wahai sahabat, jeritan hatimu sudah lama terdengar olehku..!! kita sama, sayangku…

Mencoba berpikir lebih realistis terhadap seluruh kejadian menggundahkan. Itulah mengapa hati juga di sebut sebagai Qalbu atau yang berarti yang berbolak-balik. Itulah Qalbu. Sesuatu yang dalam waktu sepersekian detik mampu berubah 180o. itulah hati yang di dalamnya penuh dengan racun-racun yang harus dinetralisir. Detoksifikasi tempatnya memang di hati.
“Saatnya berpikir dengan hati, merasakan dengan otak” (AEP, at past..)


Kalimat itulah yang terlontar oleh saya ketika otak sudah mulai lelah berpikir, dan hati sudah meraung kesakitan. Memang adakalanya dua fungsi ini bisa kita tukar, sebagai sebuah treatment berbeda mengatasi kemonotonan kinarya jiwa. Karena jiwa, terdiri dari beberapa unsur, diantaranya fikriyah, dan ruhiyah. Yang dengan keselarasan ketiganya, maka hidup menjadi normal. Ketika salah satu atau salah dua diantaranya mengalami kerusakan atau gangguan, maka munculah prahara jiwa. Gundah, gelisah, demam, stress, dan sebagainya.

Berpikir dengan hati,
Merasakan dengan otak…

Mencoba treatment kinarya yang berbeda dalam model pergerakan jiwa. Hal ini dilakukan untuk melakukan sebuah system introspeksi terhadap diri sendiri. Analoginya misalnya, ketika seseorang ingin mengetahui apakah tulisan tangannya rapih atau tidak, maka jangan bertanya pada diri sendiri tapi tanyakan pada orang lain. Mereka akan memberikan pandangan lebih objektif terhadap kondisi real yang sedang terjadi. Sama halnya seperti ketika otak ingin mengetahui apakah pikirannya selama ini terlalu konservatif atau tidak, maka jawabannya ada di hati. Begitu pula ketika hati ingin bertanya apakah kata-kata nya selama ini terlalu melankolis maka tanyakan pada otak.

Mengapa meraba cadar jiwa? Mungkin saja cadar jiwa yang kita gunakan sebagai cover integritas, harga diri, cita-cita, dan harapan kini sudah terlalu kasar, berdebu, dan carang. Adakalanya kita perlu merabanya sekali-sekali dengan hati, dengan otak dan dengan jasad yang murni, netral, dan bersih. Masalahnya adalah kapankah jasad, fikriyah, dan ruhiyah kita menjadi murni, netral dan bersih. Karena nyatanya selalu saja ada hal-hal yang tidak menetralkan, memurnikan dan membersihkan hati. Maka daripada itu lah, diperlukan adanya berbagai macam treatment jiwa. Salah satunya adalah bagaimana “Meraba cadar jiwa dengan Berpikir dengan hati dan merasakan dengan otak.”


No comments:

Post a Comment